Allah SWT berfirman dalam QS Fussilat (41): Dan tidak lah sama kebaikan dan
kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba
orang yang di antaramu dan di antara dia ada permusuhan seolah-olah telah
menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang sabar (berjiwa besar) dan tidak dian u
gerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.
Ayat ini secara tegas memberikan pedoman dan petunjuk tentang kebaikan dan
keburukan serta sikap dan tata cara menghadapinya. Pertama, kebaikan, seperti
keadilan, kesejahteraan, keindahan, dan kemanfaatan tak akan pernah sama dengan
keburukan, seperti kezaliman, kesenjangan, dan kemudharatan. Orang-orang yang
beriman adalah orang-orang yang senang memproduksi dan melahirkan
kebaikan-kebaikan yang bermanfaat, baik bagi dirinya, keluarganya,
lingkungannya, maupun masyarakat dan bangsanya.
Ketika ia menjadi pejabat, misalnya, ia akan menjadi pejabat yang adil yang
selalu berusaha menegakkan keadilan dan kejujuran serta berorientasi pada
kepentingan masyarakat dan bangsanya. Ia berusaha keras menghindarkan diri dari
perbuatan zalim, khianat, dan korup yang merusak tatanan kehidupan masyarakat.
Ketika ia berusaha memiliki harta, ia akan berusaha mendapatkannya dengan cara
yang halal dan bersih yang jauh dari penipuan, penggelapan, dan pengkhianatan.
Ketika ia bermuamalah dengan sesamanya, ia berusaha dengan muamalah hasanah
yang mencerminkan nilai-nilai keislam an yang menjadi pandangan hi dupnya. Ia
akan berusaha menjenguk tetangganya yang sakit, memberi pertolongan pada orang
yang mem butuhkan, memperhatikan kehidupan orang-orang fakir miskin, anak-anak
yatim, serta kaum dhuafa lainnya.
Kedua, ketika menghadapi ketidakbaikan/ keburukan yang diterimanya dari orang
lain, seperti sikap-sikap sinis, apriori, dan selalu disalahkan, orang yang
beriman tidak serta-merta membalasnya dengan sikap serupa. Kadang kala ia pun
membalasnya dengan kebaikan. Ketika orang lain memutus kan tali persaudaraan,
ia berusaha menyambungkannya kembali.
Ketika orang lain enggan berkunjung kepadanya, ia berusaha mengunjunginya.
Ketika orang lain berlaku kikir kepadanya, ia berusaha untuk bermurah hati
kepadanya. Sikap yang semacam inilah yang dianjurkan oleh ayat tersebut
sehingga menyebabkan perubahan keadaan, yang asalnya membenci menjadi mencintai
dan yang asalnya menjadi lawan dan musuh bisa menjadi sahabat setia yang
senasib dan sepenanggungan.
Tetapi, ayat tersebut mengingatkan kepada kita bahwa sikap-sikap yang semacam
ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang mendapatkan anugerah Allah SWT,
memiliki jiwa besar, kesabaran, dan keuletan yang tinggi.
Sejatinya, ibadah-ibadah dalam Islam seperti puasa pada bulan Ramadhan yang
lalu, salah satu tujuan utamanya menjadikan kaum Muslimin orang-orang yang
bersabar dan berjiwa besar. Semoga kita semua termasuk ke dalam kelompok orang
yang dipuji Allah SWT pada ayat tersebut.
Komentar
Posting Komentar