Di kebunku terdapat banyak pohon pisang. Ada yang masih kecil, ada yang sudah besar, ada juga yang sedang berbuah. “Waah, buahnya sudah tua nih. Kayanya sudah waktunya untuk diambil,” gumamku suatu hari. Aku pun mengambil parang dan menebang pohon pisang yang berbuah tua itu. Tak sengaja aku menebas pohon pisang di sebelahnya yang masih agak kecil dan belum berbuah. Pohon itu pun tinggal batangnya saja dan menjadi setengah dari tingginya semula.
Setelah beberapa hari, aku kembali mengunjungi kebun. Pohon pisang yang kuambil buahnya berangsur mati dan membusuk, sementara pohon pisang kecil yang tertebas tempo hari ternyata bertunas kembali dan mulai berbuah. Aku pun mendekatinya dan berusaha seolah-olah berkomunikasi dengannya.
“Hey, pisang, kamu kan sudah aku tebas tempo hari, kenapa kamu tak mati? Saudaramu saja mati,” tanyaku.
Pisang itu menjawab, “Aku tak akan mati sebelum aku bisa bermanfaat buat makhuk lain. Saudaraku mati karena tugasnya sudah selesai, yaitu berbuah untuk dinikmati oleh makhluk lain. Sedangkan aku belum berbuah, belum bermanfaat bagi makhluk lain. Jika aku telah berbuah, tak ditebang pun aku akan mati sendiri. Kami keluarga pohon pisang, setelah mau mati tidak tinggal diam. Kami menyiapkan kader-kader penerus kami dengan jumlah yang lebih banyak. Tuh, lihat di samping dan sekelilingku.”
Aku melihat ke sekeliling pohon pisang itu dan mengagumi banyak pohon-pohon pisang kecil yang sedang bertumbuh.
“Itu adalah kader-kader kami yang siap memberikan manfaat buat makhluk lain,” ujar pohon pisang kecil itu melanjutkan ceritanya,
“Wahai kamu manusia, apa yang kamu kerjakan di dunia ini?? Apakah kamu sudah bermanfaat buat makhluk lain? Manusia seharusnnya bisa lebih bermanfaat dari bangsa pisang, karena Tuhan telah memberi manusia akal untuk hidup di dunia. Sedangkan aku??? Kamu bisa lihat sendiri kan, aku tak bisa ke mana-mana. Bumi tempatku berpijak, ya di sini. Tapi aku bersyukur dengan semua ini. Aku tak mengeluh pada Tuhanku. Yang penting buatku adalah berbuah untuk memberikan manfaat bagi makhluk lain. Sedangkan kamu? Sudahkah memberi manfaat buat makhluk lain??”
Tentu saja ini bukan percakapan sungguhan, hanya komunikasi antara batin dengan pikiranku. Tapi aku sungguh-sungguh merenungi ‘nasihat pohon pisang’ tadi. Kalau pohon pisang saja bisa memberi manfaat buat makhluk lain, mengapa aku tidak? Mulai sekarang, aku akan berikan yang terbaik dalam hidupku. Aku harus bisa fokus terhadap tujuan yang ingin kucapai. Pantang menyerah walaupun tantangan dan hambatannya besar. Seperti pohon pisang yang–sekalipun ditebas–tetap pantang menyerah untuk berbuah.
Kawan, Tuhan memberikan banyak contoh kehidupan di alam ini. Apakah kita mau kalah dari pohon pisang yang tak berakal? Mari kita buktikan pada dunia, bahwa kita bangsa manusia bisa jauh lebih memberikan manfaat buat makhluk lain.
Komentar
Posting Komentar